Sunday 2 December 2012

Balada Architect, Supervisor, & Worker



Build a house, build a dream
Alkisah ada tiga orang yang berencana untuk membangun sebuah rumah. Ada Architect yang bertindak sebagai desainer rumah, Supervisor yang bertugas mengawasi pembangunannya dilapangan, dan Worker yang bertanggung jawab secara teknis dalam membangun rumah tersebut.

Dan berembuklah mereka bertiga untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Architect menjelaskan segala hal terkait rumah yang akan dibangun, dari denah sampai material yang akan digunakan. Supervisor bertindak sebagai mandor on-site yang mengawal proyek pembangunan rumah agar berjalan dengan baik dan sesuai target. Sedangkan Worker bertugas dalam implementasi teknis dilapangan. Setelah lama berdiskusi dan bertukar pikiran bersama-sama, musyawarah tsb akhirnya menghasilkan kata sepakat, yaitu "Membangun Rumah".

Seminggu berlalu, Architect mendapat kabar dari sang Supervisor bahwa dinding rumah yang sedang dibangun tiba-tiba roboh. Lho kq bisa? Segera diadakanlah rapat koordinasi untuk mengetahui apa penyebab dari kejadian tsb. Architect, Supervisor, dan Worker berdiskusi dan menganalisa masalahnya. Hingga dari hasil rapat tsb mereka mendapat satu kesimpulan bahwa problemnya adalah:

Adukan semennya terlalu cair!

JRENG!
(biar kesannya dramatis aja)

Bagaimana bisa dinding rumah tsb roboh gara-gara kesalahan yang sangat fundamental alias mendasar -adukan semen yang terlalu cair-. Padahal mereka bertiga sudah mempersiapkan segala sesuatunya secara matang dari awal. OK, mari kita analisa satu persatu dimana letak kesalahannya:

Pertama, si Worker -sebagai level 1 proyek- yang seharusnya mengetahui lebih awal bahwa adukan semennya terlalu cair, karena satu dan lain hal malah tidak sadar/mengetahui terhadap pekerjaannya sendiri. Sebagai Worker yang profesional dibidangnya. Seharusnya kesalahan tsb dapat dihindari.

Kedua, pada saat Worker melakukan kelalaian. Seharusnya fungsi pengawasan dari Supervisor -sebagai level 2 proyek- mengambil alih tanggung jawab tsb. Dalam artian mengingatkan kepada Worker bahwa adukan semennya terlalu cair dan menyarankan untuk menambahkan pasir. Jika mereka bingung terhadap ratio perbandingan semen : pasir yang akan digunakan, mereka bisa menanyakan ke Architect sebagai desainer ahlinya. Tapi hal tsb tidak mereka lakukan. Fungsi pengawasan juga tidak berjalan. Sehingga Worker tetap membangun rumah dengan adukan semen yang tidak proporsional. Dan hasilnya adalah seperti yang teman-teman baca dicerita sebelumnya. Rumahnya roboh.

Lalu si Architect salah apa? Architect, -sebagai level 3 proyek- dalam hal ini melakukan kesalahan dilevel komunikasi. Karena dia tidak bersinggungan secara langsung dilapangan. Maka dia seharusnya selalu mengingatkan Supervisor & Worker untuk tetap melakukan pekerjaan sesuai arahan yang telah disepakati baik secara lisan ataupun langsung sesekali terjun ke lapangan (sidak) untuk melihat progress pembangunan dan pekerjaannya.

Hikmah yang bisa diambil dari cerita diatas adalah kurangnya rasa tanggung-jawab, pengawalan/supervisi, kepekaan (apatis), dan komunikasi dalam bekerja.

Well, nasi sudah menjadi bubur. Bukan saatnya untuk menyalahkan siapa-siapa. Sekarang saatnya memperbaiki fungsi masing-masing, introspeksi dan memulai pembangunan lagi dengan baik, cermat, dan penuh dengan rasa tanggung jawab.

Jadikan segala hal dalam pekerjaan sebagai niat untuk ibadah. Hingga tidak ada rasa kecewa jika kita tidak mendapatkan hasil yang belum sesuai. Karena esensi sukses bukan hanya semata dari hasil yang telah dicapai, tapi juga dari proses yang menjadikan hal tsb bernilai. Karena keberhasilan adalah buah dari proses yang matang dan ketekunan kita dalam bekerja yang didasari dengan niat ibadah. Oh iya, jangan lupa pekerjaannya dibungkus pakai semangat ya (FlameOn!)

Nyanyi dikit ah :D

Architect, Supervisor, dan Worker juga manusia...
Punya rasa punya hati...
Jangan samakan dengan...
Adukan semen...:p

Have a nice weekend everyone :)


SlimShandy | It takes HANDS to build a house. But only HEARTS can build a home

No comments:

Post a Comment